Sabtu, 10 Oktober 2009

KETIKA ISLAM BICARA BUDAYA,
ANALISA BUDAYA DALAM PRESPEKTIF RASULULLAH


Oleh : A. Adib Masruhan*

Islam adalah cara hidup total yang menyangkut seluruh isi kehidupan manusia. Ajaranya merupakan petunjuk hidup yang menyangkut seluruh bidang kehidupan; baik pribadi maupun masyarakat; baik materiil maupun moral, baik ekonomi maupun politik, baik hukum maupun budaya, baik nasional maupun imternasional (G.H. Jansen, MILITANT ISLAM, 1979).
SELANJUTNYA.....
Ada fenomena yang menggejala dan menjadi tren, bahwa bila terjadi gejolak dengan menimbulkan kerusuhan, kerusakan atau kekacauan dimasyarakat maka yang menjadi kambing hitam adalah agama, khususnya agama Islam, karena mayoritas masyarakat kita adalah muslim. Seperti ada sebuah bom meledak dipasar atau ditempat umum, maka semua mata tertuju pada Islam dan terorismenya, yang kemudian timbul persepsi bahwa Islam memperbolehkan terorisme, kebrutalan, tindakan anarkis maupun gerakan yang meresahkan ketentraman lingkungan, semua kekerasan dan kedloliman dialamatkan ke Islam sebagai ajaran yang dianut oleh mayoritas masyarakat.
Ketika poligami mencuat karena diperankan oleh beberapa tokoh Islam, maka kembali Islam mendapat cibiran dari masyarakat, bahwa Islam adalah agama poligami, Islam adalah agama (milik) lelaki karena selalu menguntungkan pihak lelaki, Islam adalah agama yang tidak membela kaum perempuan, tidak ramah terhadap perempuan, menindas kaum perempuan dan seterusnya.
Begitu pula ketika ada benturan antara agama dan seni khususnya, serta budaya pada umumnya, Islam kembali mendapat cemoohan, bahwa Islam agama yang kaku, Islam adalah budaya arab yang tidak cocok diterapkan di Indonesia, Islam tidak menghargai kreativitas seseorang untuk berekspresi, Islam tidak menghargai nilai seni, Islam mengharamkan kesenian, melarang bermain musik, menjauhkan umatnya dari hiburan dan segala macam cacian yang memojokkan Islam.
Ajaran Islam merupakan aturan yang dipertunjukkan dari kehidupan Rasulullah SAW, apa yang beliau lakukan, ucapkan, tetapkan bahkan citakan pun menjadi hukum yang berlaku dalam Islam. Apapun yang beliau ucapkan baik dikala senang maupun duka, yang beliau lakukan baik dalam keterpaksaan maupun sukarela, yang beliau tetapkan dalam kondisi merestui atau melarang, yang beliau citakan baik telah terlaksana maupun belum, itu semua merupakan tuntunan dan ajaran dari Islam, yang biasa disebut dengan syariah Islam.
Dan ternyata nash Alqur’an sebagai pedoman yang paling utama dalam Islam menyatakan bahwa sosok pribadi dari Rasulullah SAW merupakan Rahmatan lil Alamin, rahmat bisa berarti sayang, yang membuktikan bahwa Islam adalah agama kasih sayang terhadap semua alam, bisa berarti pengayom terhadap alam, bahkan bisa diartikan pula sebagai penyelamat baik bagi orangyang percaya kepadanya atau tidak, dengan rahmat beliau umat manusia ini tidak akan menerima siksa yang langsung seperti umat terdahulu dengan dilanda banjir dan topan pada era nabi Nuh, hujuan batu pada era Nabi Luth dan seterusnya.
Begitu pula ajaran yang beliau sampaikan adalah ramah terhadap lingkungan, ramah terhadap wanita, ramah terhadap tradisi dan budaya lokal dan seterusnya. Sehingga benturan Islam dengan budaya itu bukan termasuk dalam ajaran beliau, Nabi SAW sangat mengapresiatip terhadap berbagai jenis budaya setempat, dan Mari kita lihat bagaimana Rasulullah SAW merespon budaya lokal yang berlangsung didepannya. Dalam membicarakan apakah budaya itu direspon oleh Islam atau ditentang dan dijauhi, kita harus melihat bagaimana sikap Rasulullah SAW dalam merespon budaya yang ada dilingkungannya, baik budaya itu berbentuk seni, atau sastra, atau arsitektur, atau bahasa, ataupun budaya itu murni dari penduduk arab maupun dari bangsa lain dan juga agama lain.
Budaya penduduk Makkah:
Dalam berbagai sejarah penduduk Makkah lebih menonjolkan kehebatan mereka perihal sastra, sehingga di Makkah berdiri sebuah arena yang mereka banggakan untuk pamer kebolehan dibidang syiir dan sastra pada ummnya, arena tersebut biasa dibuka setiap setahun sekali dan diberi nama dengan UKAZ, bahkan beliau Rasulullah SAW pernah memanfaatkan arena tersebut, digunakan untuk menyeru kepada agama, yang popularitas beliau belum dikenal oleh banyak orang, mengajak massa untuk tunduk kepada agama yang beliau bawa sebagaimana diceritakan oleh Ahmad (5:371) dengan bahasa:
“Dari Al Asy’as berkata: saya mendengar seorang lelaki pada masa pemerintahan Ibnu Zubair bercerita: bahwa di pasar Ukaz ada seorang lelaki berorasi: “Wahai manusia, ucapkanlah LAILAHA ILLALLAH maka kalian akan bahagia” kemudian diikuti oleh lelaki lain yang berkata: (jangan percaya) bahwa orang ini akan menghalangi kalian dari tuhan kalian”. Ternyata dua orang terebut adalah Nabi SAW dan Abu Jahal” (HR Ahmad 5:371)
Ternyata kebiasaan bersyiir itu tetap dibawa dikala mereka hijrah ke Madinah dan ada beberapa syiir yang ngepop saat itu, sering diucapkan bila sedang melakukan kerja gotong royang, (istilah pesantrennya RO’AN) mengerjakan pembangunan masjid Nabawi, dan juga menggali parit (khondaq) dalam menghadapi perang AHZAB:
Mereka (kaum Muslimin) selalu mendendangkan sajak berirama Rojaz bersama Rasulullah SAW :
“Ya Allah. Tiada keindahan melainkan indahnya Akhirat,
karenanya, bantulah orang oranmg Anshor (penduduk Madinah) dan mereka yang telah berHijrah”
Budaya berdendang dengan syiir tersebut masih melekat pada pribadi eks penduduk Makkah, walaupun mereka sudah lama bermukim di Madinah, hal itu terbukti di masa pemerintahan Umar ibn Khotob masih ada sahabat yang berdendang dengan syiir cinta dilantunkan didalam masjid.
“Dari Abu Hurairoh, bahawasanya Umar (ibn Khotob) menemukan Hisan (ibn Tabit) melantunkan sebuah Syiir didalam masjid, lantas ditegurnya, Hisan menjawab: Dulu aku melantunkan syiir seperti ini dan ada orang yang lebih baik dari kamu, sambil menanyakan kepada Abu Hurairoh kebenaran peristiwa tersebut: apakah Rasulullah SAW menegurku? Jawablah! Jawab Abu Hurairoh: Ya (mendiamkannya)” (HR Muslim 4:1932)
Demikianlah Rasulullah SAW mengapresiasi sastra yang berkembang saat itu, adakalanya beliau mendiamkan dan adakalanya beliau terlibat didalamnya dan aktif mengikutinya.
Budaya Penduduk Madinah:
Lain pula dengan kebiasaan penduduk Madinah, mereka lebih dinamis dan selalu bergembira apalagi disaat hari hari bahagia, mereka lebih senang dengan hiburan dengan musik dan nyanyi, bagaimana penyambutan Rasulullah SAW ketika datang berhijrah dari makkah ke Madinah, beliau dikawal dan dielukan serta tak ketinggalan, diiring dengan irama musik dan nyanyi, mereka memuji dan mengelukan dengan lagu yang mereka dendangkan: Tholaal Badru alaina… (telah datang sang purnama….) begitu pula setuap Kaum Muslimin pulang dari perang dengan membawa kemenangan selalu dielukan dan diringi musik serta nyanyian untuk menyambut mereka.
Budaya musik dan nyanyi ini sampai dirumah rumah, termasuk di rumah Rasulullah SAW. Beliau dan isterinya, Aisyah sedang asyik menikmati musik dan nyanyian dari dua orang penyanyi, tiba tiba Abu Bakar datang berkunjung ke tempat beliau, setelah masuk dan mengetahui ada dua penyanyi (sedang bernyanyi dan bermain musik), Abu Bakar menghardiknya dengan nada marah: Seruling setan ada di rumah Rasulullah. Maka tersentaklah Rasulullah SAW sambil memanggil Abu Bakar, beliau mengatakan: Biarkanlah, hari ini adalah hari raya (HR Muslim 2:608)
Selain itu, ternyata beliau sangat gemar akan musik dan nyanyian, seperti dikisahkan oleh al Rabi binti Muawwid, di pagi hari pernikahanku, datanglah Rasulullah SAW dan duduk di tempat tidurku, mendengarkan para gadis mendendangkan lagu dan sambil menabuh peralatan musik, beliau sempat memberi semangat: ulangi apa yang telah kamu nyanyikan (HR Ibn Hibban 13:11189)
Rasulullah SAW pernah kedatangan tamu seorang artis dirumahnya, beliau memanggil Aisyah dan memperkenalkanya, “ini adalah penyanyi dari Bani Fulan, apa kamu ingin mendengarkan nyanyianya?” kemudian bernyanyilah artis tersebut dan Rasulullah SAW berkomentar: ternyata Syetan telah meniupkan suara indah di tenggorokanya” (HR Ahmad 3:449)
Budaya Asing.
Selain menyenangi nyanyian dan musik, beliaupun menyenangi tarian. Beliau pernah menggelar faestival tari di masjid beliau, walaupun Umar ibn Khotob memprotesnya dengan melempari batu, tapi beliau tetap memberi semangat kepada para penari, dan pagelaran tari saat itu adalah tarian dari Afrika yang merupakan hal masih asing bagi budaya setempat. (Muslim 2:608)
Budaya Agama lain.
Selain budaya lokal yang diapresiasi, ternyata ada budaya yang asalnya milik agama lain juga mendapatkan perhatian oleh Rasulullah SAW, seperti budaya orang Yahudi yang mengagungkan peristiwa kemenangan Nabi Musa dan Bani Israel dari kejaran Firaun dengan mengadakan ritual puasa, dan beliau mengatakan : “Kita lebih berhak menghormat Musa dari pada kalian” kemudian beliau memerintahkan berpuasa di hari Asyura. (Muslim 2:795)
Tradisi pengawalan
Begitupula beiau sewaktu memasuki kota Yatsrib (Madinah), karena penduduknya terbiasa melkukan pengawalan terhadap pemimpin maka beliau tidak luput dengan pengawal pengawal yang bersenjata lengkap (Bukhori 3:1430)
Smackdown
Rasulullah SAW selalu memberi peluang untuk berkembang pada bakat, seperti sewaktu beliau berada di tengah komunitas pegulat dan ada tantangan maka beliaupun dengan senang hati meladeni tantangan tersebut untuk melakukan smackdown (Tirmidzi 4:247)
Masih banyak lagi budaya budaya yang belum sempat kami paparkan disini, (mengingat keterbatasan halaman dan juga waktu untuk menulis), diantara budaya budaya tesebut adalah; menghormat pemimpin dengan berdiri (Thoyalisi 1:296), kondisi campur antara lelaki dan perempuan (makan, wudlu, sholat dlsb) (Abu Dawud 3:347, Bukhori 1:82, Mawarid Dlom’an 1:433) jabat tangan (Bukhori 5:2255), ruqyah, demokrasi, menghormati minoritas, dan berbagai tradisi dan budaya yang lain.
Kami sampaikan dalam kesempatan ini bahwa Islam selalu mengapresiasi budaya dan tradisi lokal selama hal itu masih dalam norma dan koridor tidak ada larangan. Dalam pedoman Kaidah Fiqhiyah (norma hukum); bila permasalahan itu terkait dengan Ibadah, maka harus ada perintah, namun bila berhubungan dengan Muamalah maka menunggu adanya larangan atau tidak, dan budaya termasuk dalam kategori muamalah. Atau bisa dikatakan bahwa apa yang dikatakan oleh orang orang Muslim sebagai hal yang baik, maka menurut Islam itu baik pula.

*A. Adib Masruhan Staff pengajar di Pondok Pesantren Almaghfur Mranggen, Demak.
* Disampaikan dalam seminar regional : (Dialog Islam dan Budaya : Upaya rekonsiliasi Doktrin dan Peradaban) di Unissula semarang 11 Januari 2007